Blog ini tempat menampung dan menyalurkan aspirasi para guru IPS
Selamat Datang di Komunitas Guru IPS, "Mari kita wujudkan Pendidikan IPS yang maju dan bermartabat"

Kamis, 17 Februari 2011

Evaluasi Kompetensi Pedagogik dan Profesional

EVALUASI DIRI
KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN (SMP)
Oleh Sahuri, M.Pd.

A. UMUM
Proses peningkatan kualitas pendidikan diawali peningkatan kualitas kompetensi guru sebagai ujung tombak pendidikan. Peningkatan kualitas kompetensi guru merupakan upaya yang dilakukan pemerintah melalui pendidikan dan latihan dan peningkatan kesejahteraan serta upaya perbaikan mandiri oleh guru yang bersangkutan. Upaya peningkatan kompetensi secara mandiri diawali dari pengetahuan guru tentang sejauh mana kompetensi yang dimiliki oleh guru yang bersangkutan, oleh karena itulah perlu adanya evaluasi terhadap guru yang bersangkutan yang dinamakan Evaluasi Diri Kompetensi Guru Mata Pelajaran SMP.
Istilah evaluasi memiliki dua makna yaitu mengukur dan menilai. Mengukur adalah membandingkan kemampuan yang dimiliki dengan kemampuan standar yang seharusnya dimilik (sifatnya kuantitatif). Sementara itu menilai berkaitan dengan keputusan hasil pengukuran yaitu bersifat baik, buruk, sedang, sangat baik ataupun kurang (sifatnya kualitatif). Dengan demikian maka evaluasi diri merupakan proses pengukuran dan penilaian terhadap kompetensi yang dimiliki dan membandingkannya dengan kompetensi yang menjadi standar, hasinya guru dapat menyimpulkan secara pribadi sejauh mana kompetensi yang dimiliki serta berupaya untuk meningkatkannya.
Pada dasarnya guru dalam melaksanakan pembelajaran sudah berdasarkan standar kompetensi yang harus dimiliki. Namun untuk sekedar bersama-sama mengingatkan kemampuan tersebut mari kita telaah kembali tentang kompetensi yang harus kita miliki, terutama kompetensi Pedagogik dan professional. Meskipun demikian tulisan ini sekedar mengingatkan kembali, sekiranya masih terdapat banyak kekurangan ataupun kelemahan baik dari segi kontens (isi) maupun segi pemaparannya (gaya dan tata bahasa), dengan lapang dada, kami akan menerima masukan-masukan demi perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran. Pemaparan ini sebagai bahan untuk diskusi ataupun pembicaraan lebih lanjut, demi peningkatan kompetensi guru sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat khususnya bagi penulis dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran dan kompetensi, dan umumnya bagi semua guru yang memiliki rasa tanggung jawab dalam meningkatkan kualitas pendidikan.

B. KHUSUS

1. Kompetensi Pedagogik dan Profesional

Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Pedagogik merupakan pengelolaan pembelajaran peserta didik. jadi kompetensi pedagogik ini berhubungan dengan kemampuan mengelola pembelajaran yang dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian.

Beberapa pengertian yang berkaitan dengan professional.
Profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian atau keterampilan dari pelakunya.
Profesional adalah orang yang menyandang suatu jabatan atau pekerjaan yang dilakukan dengan keahlian atau keterampilan yang tinggi. Hal ini juga pengaruh terhadap penampilan atau performance seseorang dalam melakukan pekerjaan di profesinya.
Profesionalisme merupakan komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuannya secara terus menerus.
Profesionalisasi adalah proses atau perjalanan waktu yang membuat seseorang atau kelompok orang menjadi profesional.



Profesionalitas merupakan sikap para anggota profesi benar2 menguasai, sungguh2 kepada profesinya.
Dari pengertian tersebut maka kompetensi profesional dapat diartikan kemampuan yang dimiliki seseorang berdasarkan keilmuan yang diterapkan dan dilaksanakan pada jabatan atau pekerjaan sesuai dengan keahlian dan ketrampilan yang dimilikinya.

2. Teori Belajar

1. Teori Klasik (sebelum abad 20) dikembangkan tanpa eksperimen dan berdasar pada filosof/spekulatif
a. Teori disiplin mental (berasal Psikologi Daya)
setiap individu memiliki daya mental (pikiran, ingatan, perhatian, tanggapan dsb, kemampuan tersebut akan meningkat apabila dilakukan latihan. Belajar berarti melatih daya (Theistik dan humanistic)
b. teori pengembangan alamiah/naturalis/aktualisasi diri.
Daya/kemampuan/potensi yang dimilik anak akan berkembang dengan sendirinya bukan karena dilatih, guru/pendidik perlu menciptakan suasana yang rileks, kondusif agar anak berkembang .
c. apersepsi (psikologi struktur/herbatisme)
manusia merupakan suatu struktur yang bias berubah dan bertambah jika belajar. Penambahan tersebut karena terasosiasinya struktur yang sudah ada dengan hal yang dipelajari sehingga membentuk struktur baru.


2. Teori belajar abad 20
Beberapa teori belajar abad ke-20 diantaranya: behaviorisme, belajar kognitif menurut Piaget, pemrosesan informasi dari Gagne, dan teori belajar gestalt

Teori Behaviorisme

Behaviorisme merupakan salah satu aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :

1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
• Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
• Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
• Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.

2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
• Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
• Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
• Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
• Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.

4. Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.

Teori Belajar Kognitif menurut Piaget

Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes material into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation”

Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.

Teori Belajar Gestalt

Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
1. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
2. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
3. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
4. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
5. Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
6. Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.


Teori Konstruktivisme (perkembangan intelektual atau perkembangan kognitif)
pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988: 133). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).

Hakikat Anak Menurut Pandangan Teori Belajar Konstruktivisme

Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).

Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988: 133). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).

Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61).

Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak. Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme, Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995: 222) mengajukan karakteristik sebagai berikut:
(1) siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan,
(2) belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa,
(3) pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal,
(4) pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas,
(5) kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber.

Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis (Hudoyo, 1998: 5).

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.

Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap perkembagan mental. Ruseffendi (1988: 133) mengemukakan;
(1) perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama,
(2) tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan
(3) gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).

Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang (Poedjiadi, 1999: 62). Dalam penjelasan lain Tanjung (1998: 7) mengatakan bahwa inti konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar.
Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut:
(1) tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi,
(2) kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari dan
(3) peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.

Hakikat Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivisme

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa menurut teori belajar konstruktivisme, pengertahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.

Sehubungan dengan hal di atas, Tasker (1992: 30) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima.

Wheatley (1991: 12) mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.

Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya. Bahkan secara spesifik Hudoyo (1990: 4) mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut.

Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu:
(1) siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki,
(2) pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti,
(3) strategi siswa lebih bernilai, dan
(4) siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.

Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut:
(1) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri,
(2) memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif,
(3) memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru,
(4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa,
(5) mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan
(6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.

3. Prinsip Pembelajaran

Tugas guru mengelola pengajaran dengan lebih baik, efektif, dinamis, efisien, ditandai dengan keterlibatan peserta didik secara aktif, mengalami, serta memperoleh perubahan diri dalam pengajaran. Ada beberapa prinsip pengajaran diantaranya adalah:

1. Prinsip Aktivitas
Pengalaman belajar yang baik hanya bisa didapat bila peserta didik mau mengaktifkan dirinya sendiri dengan bereaksi terhadap lingkungan. Belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun aktivitas psikis. Aktifitas fisik adalah peserta didik giat dan aktif dengan anggota badan. Dalam prinsip ini, maka tugas guru dalam mengajar antara lain:

2. Prinsip Motivasi
Motivasi berasal kata motive–motivation yang berarti dorongan atau keinginan, baik datang dari dalam diri (instrinsik) maupun dorongan dari luar diri seseorang (ekstrinsik). Motif atau biasa juga disebut dorongan atau kebutuhan, merupakan suatu tenaga yang berada pada diri individu atau siswa, yang mendorongnya untuk berbuat dalam mencapai suatu tujuan. Beberapa cara untuk menumbuhkankembangkan motivasi pada siswa adalah:

3. Prinsip Pengalaman (Experience)

Hubungan antara belajar dan pengalaman akan mempengaruhi pola pikir peserta didik, pengalaman melalui benda sebenarnya; Pengalaman melalui benda pengganti; pengalaman melalui bahasa. Anak belajar dari tingkat pengamatan (persepsi) menuju ke tingkat pengertian (konsepsi). Perceptual Learning menuju Konceptual learning. Klasifikasi pengalaman menurut tingkat dari yang paling kongkrit ke yang paling abstrak.

4. Prinsip Individualitas (Perbedaan Individu)

Setiap manusia adalah individu yang mempunyai kepribadian dan kejiwaan yang khas. Secara psikologis, prinsip perbedaan individualitas sangat penting diperhatikan karena:
a. Setiap anak mempunyai sifat, bakat, dan kemampuan yang berbeda
b. Setiap individu berbeda cara belajarnya
c. Setiap individu mempunyai minat khusus yang berbeda
d. Setiap individu mempunyai latar belakang yang berbeda
e. Setiap individu membutuhkan bimbingan khusus dalam menerima pelajaran yang diajarkan guru sesuai dengan perbedaan individual
f. Setiap individu mempunyai irama pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda
Maksud dari irama pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda adalah bahwa siswa belajar dalam kelas dalam usia perkembangan. Masing-masing siswa tidak sama perkembangannya, ada yang cepat ada yang lambat maka guru harus bersabar dalam tugas pelayanan belajar pada anak didiknya.

5. Prinsip Lingkungan
Lingkungan adalah sesuatu hal yang berada di luar diri individu. Lingkungan pengajaran adalah segala hal yang mendukung pengajaran itu sendiri yang dapat difungsikan sebagai sumber pengajaran atau sumber belajar. Diantaranya; guru, buku, dan bahan pelajaran yang menjadi sumber belajar.

6. Prinsip Konsentrasi
Konsentrasi adalah pemusatan secara penuh terhadap sesuatu yang sedang dikerjakan atau berlangsungnya suatu peristiwa. Konsentrasi sangat penting dalam segala aktivitas, terutama aktivitas belajar mengajar.

7. Prinsip Kebebasan
Prinsip kebebasan dalam pengajaran yang dimaksud adalah kebebasan yang demokratis, yaitu kebebasan yang diberikan kepada peserta didik dalam aturan dan disiplin tertentu. Dan disiplin merupakan suatu dimensi kebebasan dalam proses penciptaan situasi pengajaran. Seorang guru dituntut berusaha bagaimana menerapkan suatu metode mengajar yang dapat mengembangkan dimensi-dimensi kebebasan self direction, self discipline,dan self control.

8. Prinsip Peragaan
Alat indera merupakan pintu gerbang pengetahuan. Peragaan adalah menggunakan alat indera untuk mengamati, meneliti, dan memahami sesuatu. Pemahaman yang mendalam akan lahir dari analisa yang komprehensif sehingga menghasilkan gambaran yang lengkap tentang sesuatu.
Agar siswa dapat mengingat, menceritakan, dan melaksanakan suatu pelajaran yang pernah diamati, diterima, atau dialami di kelas, maka perlu didukung dengan peragaan-peragaan (media pengajaran) yang bisa mengkonkritkan yang abstrak.


9. Prinsip Kerjasama Dan Persaingan
Kerjasama dan persaingan adalah dua hal berbeda. Namun dalam dunia pendidikan (prinsip pengajaran) keduanya bisa bernilai positif selama dikelola dengan baik. Persaingan yang dimaksud bukan persaingan untuk saling menjatuhkan dan yang lain direndahkan, tetapi persaingan yang dimaksud adalah persaingan dalam kelompok belajar agar mencapai hasil yang lebih tinggi tanpa menjatuhkan orang atau siswa lain.

10. Prinsip Apersepsi
Apersepsi berasal dari kata ”Apperception” berarti menyatupadukan dan mengasimilasikan suatu pengamatan dengan pengalaman yang telah dimiliki. Atau kesadaran seseorang untuk berasosiasi dengan kesan-kesan lama yang sudah dimiliki dibarengi dengan pengolahan sehingga menjadi kesan yang luas. Kesan yang lama itu disebut bahan apersepsi.
Apersepsi dalam pengajaran adalah menghubungan pelajaran lama dengan pelajaran baru, sebagai batu loncatan sejauh mana anak didik mengusai pelajaran lama sehingga dengan mudah menyerap pelajaran baru.

11. Prinsip Korelasi
Korelasi yaitu menghubungkan pelajaran dengan kehidupan anak atau dengan pelajaran lain sehingga pelajaran itu bermakna baginya. Korelasi akan melahirkan asosiasi dan apersepsi sehingga dapat membangkitkan minat siswa pada pelajaran yang disampaikan.

12. Prinsip Efisiensi dan Efektifitas
Prinsip efisiensi dan efektifitas maksudnya adalah bagaimana guru menyajikan pelajaran tepat waktu, cermat, dan optimal. Alokasi waktu yang telah dirancang tidak sia-sia begitu saja, seperti terlalu banyak bergurau, memberi nasehat, dan sebagainya. Jadi semua aspek pengajaran (guru dan peserta didik) menyadari bahwa pengajaran yang ada dalam kurikulum mempunyai manfaat bagi siswa pada masa mendatang.

13. Prinsip Globalitas
Prinsip global atau integritas adalah keseluruhan yang menjadi titik awal pengajaran. Memulai materi pelajaran dari umum ke yang khusus. Dari pengenalan sistem kepada elemen-elemen sistem. Pendapat ini terkenal dengan Psikologi Gestalt bahwa totalitas lebih memberikan sumbangan berharga dalam pengajaran.

14. Prinsip Permainan dan Hiburan
Setiap individu atau peserta didik sangat membutuhkan permainan dan hiburan apalagi setelah terjadi proses belajar mengajar. Bila selama dalam kelas siswa diliputi suasana hening, sepi, dan serius, akan membuat peserta didik cepat lelah, bosan, butuh istirahat, rekreasi, dan semacamnya. Maka guru disarankan agar memberikan kesempatan kepada anak didik bermain, menghibur diri, bergerak, berlari-lari, dan sejenisnya untuk mengendorkan otaknya

4. Tentang Pelaksanaan Pembelajaran

Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah:
(1) pendekatan pembelajaran,
(2) strategi pembelajaran,
(3) metode pembelajaran;
(4) teknik pembelajaran;
(5) taktik pembelajaran; dan
(6) model pembelajaran.
Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut.

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.
Guru yang profesional tidak hanya menguasai sejumlah materi pembelajaran, namun penguasaan pendekatan dan metode pembelajaran yang tepat dan sesuai mutlak diperlukan. Untuk itu perlu kiranya para guru mampu menggunakan pendekatan dan metode yang tepat agar pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan.

1. Pendekatan Konsep
Pada pendekatan model ini siswa dibimbing memahami suatu bahasan dengan memahami konsep-konsep yang terkandung didalamnya. Dalam proses pembelajaran tersebut penguasaan konsep dan subkonsep yang menjadi sasaran utama pembelajaran. Pendekatan ini kurang memperhatikan aspek student centre. Guru terlalu dominan dan siswa membimbing untuk memahami konsep.

2. Pendekatan Lingkungan
Penggunaan pendekatan lingkungan berarti mengaitkan lingkungan dalam suatu proses belajar mengajar. Lingkungan digunakan sebagai sumber belajar. Untuk memahami materi yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari sering digunakan pendekatan lingkungan.

3. Pendekatan Inkuiri
Melakukan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri berarti membelajarkan siswa untuk mengendalikan situasi yang dihadapi ketika berhubungan dengan dunia fisik, yaitu dengan menggunakan teknik yang digunakan oleh para ahli penelitian (Dettrick, G.W. 2001). Dalam pendekatan inkuiri berarti guru merencanakan situasi sedemikian rupa sehingga siswa didorong untuk menggunakan prosedur yang digunakan para ahli penelitian untuk mengenal masalah, mengajukan pertanyaan, mengemukakan langkah-langkah penelitian, memberikan pemaparan yang ajeg, membuat ramalan, dan penjelasan yang menunjang pengalaman.

4. Pendekatan Proses
Pada pendekatan proses, tujuan utama pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam keterampilan proses atau langkah-langkah ilmiah seperti melakukan pengamatan, menafsirkan data, dan mengkomunikasikan hasil pengamatan.

5. Pendekatan Interaktif
Dikenal juga sebagai pendekatan pertanyaan anak, memberi kesempatan pada siswa untuk mengajukan pertanyaan untuk kemudian melakukan penyelidikan yang berkaitan dengan pertanyaan yang mereka ajukan.

6. Pendekatan Pemecahan Masalah
Pendekatan pemecahan masalah berangkat dari masalah yang harus dipecahkan melalui praktikum atau pengamatan. Dalam pendekatan pemecahan masalah ini ada dua versi. Versi yang pertama siswa dapat saja menerima saran tentang prosedur yang digunakan, cara mengumpulkan data, menyusun data, dan menyusun serangkaian pertanyaan yang mengarah ke pemecahan masalah. Dalam versi kedua, hanya masalah yang dimunculkan, siswa yang merancang pemecahannya sendiri. Guru berperan hanya dalam menyediakan bahan dan membantu memberi pentunjuk.

7. Pendekatan Sains Teknologi dan Masyarakat (STM)
Dalam rangka mewujudkan sekolah sebagai bagian dari masyarakat telah dikembangkan bahan kajian pengajaran sains dalam bentuk Sains, Teknologi, dan Masyarakat (S-T-M) (Depdikbud, 1992). STM ini merupakan peng-Indonesiaan dari Science, Technlogy and Society. Dalam pengajaran sains siswa tidak hanya mempelajari konsep-konsep sains, tetapi juga diperkenalkan pada aspek teknologi, dan bagaimana teknologi itu berperan di masyarakat (Depdikbud, 1992).

8. Pendekatan Kontruktifisme
yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui kontruks pengetahuan. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru. Dalam pandangan konstruktivis ini, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan.

9. Pendekatan Kontekstual
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa dan mampu memberikan tambahan motivasi dalam belajar. Proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.

10. Pendekatan Terpadu (Integrated Approach)
Pendekatan ini merupakan pendekatan yang intinya memadukan dua unsure atau lebih dalam suatu kegiatan pembelajaran. Unsure pembelajaran yang dipadukan dapat berupa konsep dengan proses, konsep dari satu mata pelajaran dengan konsep mata pelajaran lain, atau dapat juga berupa penggabungan suatu metode dengan metode lain.
Strategi pembelajaran Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu:
1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.
Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.

Metode Pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya:

1. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah metode penyampaian bahan pelajaran secara lisan. Metode ini banyak dipilih guru karena mudah dilaksanakan dan tidak membutuhkan alat bantu khusus serta tidak perlu merancang kegiatan siswa.

2. Metode Tanya Jawab
Dalam tanya jawab, pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan sudah direncanakan sebelumnya. Perencanaan pertanyaan dapat berdasarkan pada konsep yang ingin diperoleh atau dipahami siswa.

3. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah cara pembelajaran dengan memunculkan masalah. Metode diskusi ini sering dipertukarkan dalam penggunaannya dengan metode tanya jawab. Dalam diskusi dapat saja muncul pertanyaan, tetapi pertanyaan tersebut tidak direncanakan terlebih dahulu. Dalam diskusi terjadi menukar gagasan atau pendapat untuk memperoleh kesamaan pendapat.

4. Metode Kooperatif
Pada belajar kooperatif ini siswa berada dalam kelompok kecil dengan anggota sebanyak 4-5 orang. Dalam belajar secara kooperatif ini terjadi interaksi antara anggota kelompok. Semua anggota harus turut terlibat karena keberhasilan kelompok di tunjang oleh aktivitas anggotanya, sehingga anggota kelompok saling membantu. Metode ini sering digunakan dalam kegiatan praktikum dan diskusi.

5. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan memeragakan suatu proses kejadian. Peragaan suatu proses dapat dilakukan oleh guru sendiri atau dibantu beberapa siswa, dapat pula dilakukan oleh sekelompok siswa. Metode ini dapat membantu pelajaran menjadi lebih jelas dan lebih konkrit, sehingga diharapkan siswa menjadi lebih mudah memahami.

6. Metode Karyawisata/Widyawisata
Metode karyawisata/widyawisata adalah cara penyajian dengan membawa siswa mempelajari materi pelajaran di luar kelas. Widyawisata ini suatu kunjungan yang direncanakan kepada suatu objek tertentu untuk dipelajari atau untuk memperoleh informasi yang diperlukan. Karyawisata dapat dilakukan di sekitar sekolah atau ditempat lain. Kegiatan belajar di luar kelas ini mungkin dipimpin oleh guru sendiri, atau oleh pembimbing lain seperti petugas lapangan di kebun raya, museum, dan sebagainya.



7. Metode Penugasan
Pembelajaran dengan menggunakan metode penugasan berarti guru memberi tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Tugas yang diberikan guru dapat berupa masalah yang harus dipecahkan dan prosedurnya tidak diberitahukan. Metode penugasan ini dapat mengembangkan kemandirian siswa, merangsang untuk belajar lebih banyak, membina disiplin dan tanggung jawab siswa, dan membina kebiasaan mencari dan mengolah sendiri informasi. Kekurangan metode ini terletak pada sulitnya mengawasi mengenai kemungkinan siswa tidak bekerja secara mandiri.

8. Metode Eksperimen
Metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran dengan menggunakan percobaan. Dengan melakukan eksperimen berarti siswa melakukan kegiatan yang mencakup pengendalian variabel, pengamatan, melibatkan membanding atau kontrol, dan penggunaan alat-alat praktikum. Dalam proses belajar mengajar dengan metode eksperimen ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri.

9. Metode Bermain Peran
Pembelajaran dengan metode bermain peran adalah pembelajaran dengan cara seolah-olah berada dalam suatu situasi untuk memperoleh suatu pemahaman tentang suatu konsep.

10. Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama. Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.


Teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.

Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga seni (kiat)

Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.

Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.
Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat divisualisasikan sebagai berikut:


Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun, dengan kata lain desain adalah scenario pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia, para guru atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran, yang kadang-kadang untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik maupun penelitian tindakan) sangat sulit menermukan sumber-sumber literarturnya. Namun, jika para guru (calon guru) telah dapat memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang merujuk pada proses (beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada dasarnya guru pun dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada.

5. Pengembangan Kurikulum

Kurikulum tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut.

a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.

b. Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antar substansi.

c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.

e. Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.

f. Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.

g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pelaksanaan Kurikulum
Dalam pelaksanaan kurikulum di setiap satuan pendidikan menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut.
a. Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan menyenangkan.
b. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu: (a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar untuk memahami dan menghayati, (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
c. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.
d. Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada (di belakang memberikan daya dan kekuatan, di tengah membangun semangat dan prakarsa, di depan memberikan contoh dan teladan).
e. Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam takambang jadi guru (semua yang terjadi, tergelar dan berkembang di masyarakat dan lingkungan sekitar serta lingkungan alam semesta dijadikan sumber belajar, contoh dan teladan).
f. Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.
Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.

6. Prinsip-prinsip Penyusunan RPP

1. Ilmiah
Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertangungjawabkan secara keilmuan.

2. Relevan
Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik.

3. Sistematis
Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.

4. Konsisten
Ada hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian.


5. Memadai
Cakupan indikator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapain kompetensi dasar.

6. Aktual dan Kontekstual
Cakupan indikator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.

7. Fleksibel
Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi variasi peserta didik, pendidikan, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat. Sementara itu, materi ajar ditentukan berdasarkan dan atau memperhatikan kultur daerah masing-masing. Hal ini dimaksudkan agar kehidupan peserta didik tidak tercerabut dari lingkungannya.

8. Menyeluruh
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).









7. Media Pembelajaran
Sumber belajar pada dasarnya adalah suatu system yang terdiri dari sekumpulan bahan/situasi yang dikumpulkan secara sengaja dan dibuat agar memungkinkan siswa belajar. Sumber belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Orang (people), Siswa atau peserta latihan sendiri, petugas perpustakaan, kepala sekolah, tutor, guru, tokoh masyarakat atau orang yang memiliki keahlian dan ketrampilan tertentu, semua itu termasuk sumber belajar. (Siapa yang menyampaikan?)
2. Pesan (message), yaitu ajaran, informasi, ide, fakta, pengertian atau pun data, yang akan dipelajari atau diterima siswa/peserta latihan. Bidang studi, cerita rakyat, dongeng, nasihat atau materi-materi latihan. (apa yang disampaikan?)
3. Bahan (Materials), Didalamnya terkandung pesan-pesan yang perlu disajikan baik dengan bantuan alat penyaji maupun tanpa alat penyaji. Contoh buku, modul, majalah. (dengan apa disampaikan?)
4. Alat (Device), bisa disebut dengan istilah hardware, digunakan untuk menyajikan pesan (software). Contohnya proyektor film, OHV, Video, TV, In-focus dll. (dengan apa disampaikan?)
5. teknik (Technique), yaitu prosedur rutin atau acuan yang disiapkan untuk menggunakan alat, bahan orang dan lingkungan untuk menyajikan pesan. Misal teknik demonstrasi, kuliah, ceramah, Tanya jawab, observasi, studi kasus dll. (Bagaimana menyampaikan?)
6. Lingkungan (setting), yang memungkinkan siswa belajar. Missal gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, museum, taman, kebun binatang, rumah sakit, pabrik dan tempat-tempat lain baik yang sengaja dirancang untuk tujuan belajar siswa atau yang dirancang untuk tujuan lain tetapi kita manfaatkan untuk belajar. (dimana menyampaikan?)
Ragam sumber belajar dan klasifikasinya bersifat dinamis sesuai dengan factor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu:
a. Perkembangan teknologi
b. Nilai-nilai budaya setempat
c. Keadaan ekonomi mikro dan makro
d. Karakteristik pemakai
Sumber, Bahan dan alat tersebut kita kenal dengan istilah perangkat lunak (Software, pesan, teknik) dan perangkat keras (hardware, bahan, alat, orang, lingkungan) inilah yang akan kita pelajari sebagai Media Pembelajaran.

Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media dapat diartikan perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima.
Beberapa pengertian tentang Media Pembelajaran
Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan (Association and Communication Tecnology/AECT), media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi.
Gagne (1970), media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar.
Briggs (1970) berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar.
Asosiasi Pendidikan Nasional (National Education Association/NEA), media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta peralatannya. Media hendaknya dapat dimanipiluasi, dapat dilihat, didengan dan dibaca.
Oemar H. Malik mendefinisikan media sebagai teknik yang digunakanan dalam rangka mengefektifkan komunikasi antara guru dan murid dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.

Dari beberapa definisi Media dapat kita ambil kesimpulan yaitu bahwa: Media Pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.

Perkembangan Media Pembelajaran

Kalau kita lihat perkembangannya, pada mulanya media pembelajaran hanya dianggap sebagai alat bantu mengajar guru (teaching aids), berupa alat Bantu visual berupa gambar, model, objek dan alat-alat yang dapat memberikan pengalaman kongkrit, motivasi belajar serta mempertinggi daya serap dan retensi belajar siswa. Hal ini terlalu memusatkan perhatian pada alat Bantu visual yang dipakainya, namun kurang memperhatikan aspek desain desain, pengembangan pembelajaran dan evaluasi.

Dengan masuknya pengaruh teknologi audio pertengahan abad ke-20 alat visual untuk mengkongkritkan ajaran ini dilengkapi dengan digunakannya alat audio sehingga kita kenal sekarang audio visual aids (AVA).

Dengan AVA peralatan guru yang digunakan untuk menyampaikan pesan ajaran kepada siswa melalui penglihatan dan pendengaran untuk menghindari verbalisme yang masih mungkin terjadi kalau hanya digunakan alat Bantu visual belaka.
Pada Tahun 1950 teori komunikasi mulai mempengaruhi alat Bantu audio visual, sehingga selain sebagai alat Bantu, media juga berfungsi sebagai penyalur pesan atau informasi belajar. Teori komunikasi penting dalam penggunaan media untuk kegiatan program-program pembelajaran.

Tahun 1960-1965 teori tingkah laku (Teori BF Skinner) mulai mempengaruhi penggunaan media pembelajaran. Teori tingkah laku (Behaviorsm theory) mendidik adalah mengubah tingkah laku siswa, perubahan ini harus tertanam dalam diri siswa menjadi adat kebiasaan, maka setiap ada perubahan positif kearah tujuan yang dikehendaki harus diberi penguatan (reinforcement). Teori ini mendorong diciptakannya media yang dapat mengubah tingkah laku siswa sebagai hasil proses pembelajaran. Media pembelajaran yang terkenal dari teori ini adalah teaching machine dan programmed instruction.

Pada Tahun 1965-1970 Pendekatan sistem (System approach) mulai menampakkan pengaruhnya dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Pendekatan sistem ini mendorong digunakannya media sebagai bagian integral dalam program pembelajaran. Setiap program pembelajaran harus direncanakan secara sistematis dengan memusatkan perhatian pada siswa. Program pembelajaran direncanakan berdasarkan kebutuhan dan karakteristik siswa serta diarahkan kepada perbuatan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Dalam perencanaan ini, media yang akan dipakai dan cara menggunakannya telah dipertimbangkan dan ditentukan secara seksama.

Dari berbagai pengalaman belajar dan mengajar, maka cara belajar siswa memang berbeda-beda, ada yang lebih cepat melalui media visual ada pula yang melalui audio, ada yang lebih senang media cetak, audio visual dan sebagainya. Dari pengalaman inilah maka akhir abad ke-20, Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat cepat, berbagai perubahan dalam masyarakat yang semakin terbuka dan memiliki kompetisi tinggi, menuntut peningkatan kualitas pendidikan. Munculah peralatan pembelajaran yang merangkum berbagai media dalam satu software dan hardware yang memberikan kemudahan untuk menggabungkan gambar, video, fotografi, grafik, animasi , suara teks, dan data sehingga memungkinkan pembelajaran interaktif yang kita kenal dengan multimedia.

Fungsi Media Pembelajaran:
a. Memperjelas; mempelajari sesuatu baik benda maupun situasi terkadang sulit untuk diamati secara langsung oleh mata, dalam hal ini media dapat memperjelas benda/situasi tersebut missal benda yang sangat kecil bias lebih diperbesar.
b. Penyajian; terkadang banyak hal yang harus dipelajari oleh siswa namun tempatnya jauh atau sulit untuk dihadirkan, seperti gunung, bulan atau kejadian. Dengan media dapat disajikan baik melalui gambar atau rekaman.
c. Penyamaan persepsi; media pembelajaran dapat memberikan materi kepada jumlah yang besar mahasiswa pada waktu yang sama, sehingga dapat secara sekaligus dan memberikan pemahaman yang sama; seperti halnya buku pelajaran (bacaan), atau program Televisi dan radio pada Universitas Terbuka.
d. Motivasi; penggunaan media pembelajaran dapat meningkatkan daya tarik siswa, seperti penggunaan gambar berwarna, film yang menarik, variasi pembelajaran, sehingga pembelajaran tidak membosankan.
e. Pembelajaran lebih sistematis; dengan menggunakan media tentunya pembelajarantelbih dahulu direncanakan dengan persiapan-persiapan sebelum mengajar, sehingga urutan dalam proses pembelajaran akan lebih sistematis.


7. Penilaian
Penilaian (Assessment) adalah penentuan harga melalui proses yang sistematis dari pengumpulan, analisis dan interpretasi data/informasi untuk menggambarkan perkembangan belajar siswa. Penilaian bersifat komprehensif yang meliputi pengukuran dengan menggunakan alat ukurnya yaitu tes ataupun non tes.

Unsur pokok dalam penilaian adalah :
(1) objek yang akan dinilai,
(2) kriteria sebagai tolak ukur,
(3) data/informasi tentang objek yang dinilai dan
(4) pertimbangan keputusan (judgement).

Penilaian pada hakikatnya pemberian keputusan (value judgement) yang berdasarkan hasil pengukuran (quantitative description) dan hasil pengamatan (qualitative description) sehingga menghasilkan keputusan nilai terhadap perkembangan siswa.

Perkembangan siswa merupakan hasil dari usaha belajar yang nampak dalam bentuk perubahan tingkah laku, baik secara subtanstif (terkait dengan mata pelajaran), maupun secara komprehensif (perubahan prilaku yang menyeluruh). Perubahan siswa ada yang langsung dapat diamati dan ada yang tidak langsung, ada jangka pendek dan jangka panjang. Dengan demikian penilaian hanya mampu mengungkap sebagian perubahan tingkah laku siswa dari hasil belajar. Adapun aspek dalam penilaian adalah : (1) Kognitif, (2) Afektif dan (3) Psikomotorik.

Penilaian Berbasis Kelas

Penilaian berbasis kelas adalah suatu proses pengumpulan, pengolahan, pelaporan dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa dengan menerapkan prinsip-prinsip penilaian, pelaksanan berkelanjutan, bukti-bukti otentik, akurat dan konsisten sebagai akutabilitas publik. Penilaian berbasis kelas mengidentifikasi pencapaian kompetensi dan hasil belajar siswa yang dikemukakan melalui pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai disertai dengan peta kemajuan belajar siswa.

Kegiatan penilaian berbasis kelas mencakup : (1) pengumpulan informasi tentang pencapaian belajar siswa dan (2) pembuatan keputusan tentang hasil belajar siswa. Dengan demikian, maka penilaian berbais kelas dilakukan secara terpadu dalam proses pembelajaran.

Pengumpulan informasi dilakukan secara fleksibel yaitu dapat dilakukan dalam suasana resmi maupun tidak resmi, di dalam maupun di luar kelas, menggunakan waktu khusus untuk penilaian aspek sikap dengan tes atau non tes maupun terintegrasi dalam seluruh kegiatan belajar mengajar.

Informasi tentang hasil belajar siswa harus memadai, sehingga dapat mempermudah dalam pengambilan keputusan tentang prestasi siswa dan mampu memberikan jawaban terhadap pertanyaan berikut:

• Apakah siswa telah mencapai tujuan pembelajaran seperti yang ditetapkan dalam Kompetensi dasar dan indikator?
• Apakah siswa telah memenuhi syarat untuk maju ke tingkat selanjutnya?
• Apakah siswa haruis mengulang bagian-bagian tertentu?
• Apakah siswa perlu memperoleh cara lain sebagai pendalaman?
• Apakah siswa perlu menerima pengayaan serta pengayaan apa yang diperlukan?
• Apakah perbaikan dan pendalaman program atau kegiatan pembelajaran, pemilihan bahan atau buku ajar, dan penyusunan silabus telah memadai?
Tujuan Penilaian Berbasis Kelas:
• Informasi tentang kemajuan hasil belajar siswa
• Membina kegiatan belajar lebih lanjut
• Mengetahui tingkat kemampuan siswa, menetapkan tingkat kesulitan/kemudahan untuk remedial atau pengayaan
• Motivasi belajr siswa untuk melakukan perbaikan
• Membantu pertumbuhan secara efektif menjadi anggota masyarakat dan pribadi yang utuh
• Bimbingan yang tepat sesuai dengan keterampilan, minat dan kemampuannya.

Fungsi Penilaian Berbasis kelas:
Bagi siswa :
• Untuk mewujudkan dirinya dengan mengubah atau mengembangkan perilaku ke arah yang lebih baik dan maju
• Mendapat kepuasan atas hasil pekerjaannya

Bagi Guru:
• Untuk menetapkan metode mengajar yang tepat dan memadai
• Pertimbangan dan keputusan administrasi

Prinsip-prinsip penilaian berbasis kelas:

• Valid, mengukur apa yang hendak diukur dengan alat yang dapat dipercaya, tepat dan sahih.
• Mendidik, mampu memberikan sumbangan positif terhadap pencapaian belajar siswa.
• Berorientasi pada kompetensi, menilai pencapaian kompetensi dasar yang dimaksud dalam kurikulum.
• Adil dan objektif, tidak membedakan latar belakang siswa yang tidak berkaitan dengan penilaian, dan sesuai dengan hasil belajar.
• Terbuka, keberhasilan siswa jelas bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
• Berkesinambungan, pelaksanaan terencana, bertahap, teratur, terus menerus dan untuk menggambarkan tentang perkembangan kemajuan hasil belajar siswa sebagai bagian yang integral dengan proses pembelajaran. Penilaian berkelanjutan dapat dilaksanakan melalui Ujian sistem Blok yang terdiri dari satu KD atau lebih. Hasilnya ditindaklanjuti dengan remedial dan pengayaan.
• Menyeluruh, mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor melalui berbagai teknik dan prosedur penilaian dan bukti hasil belajar siswa.
• Bermakna, mudah dipahami dan dapat ditindaklanjuti oleh pihak yang berkepentingan.

Penilaian Otentik (Authentic Assessment)

Penilaian otentik adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan dan menunjukkan secara tepat bahwa kompetensi dasar telah benar-benar dikuasai dan dicapai.

Tujuan penilaian otentik adalah:
(1) menilai kemampuan individual melalui tugas tertentu,
(2) menentukan kebutuhan pembelajaran,
(3) membantu dan mendorong siswa,
(4) membantu dan mendorong siswa untuk mengajar lebih baik,
(5) menentukan strategi pembelajaran,
(6) akuntabilitas lembaga, dan
(7) meningkatkan kualitas pendidikan.

Karakteristik penilaian otentik yaitu:
(1) penilaian merupakan bagian dariproses pembe;ajaran,
(2) mencerminkan hasil proses belajar pada kehidupan nyata,
(3) instrumen, pengukuran dan metode yang sesuai dengan karakteristik dan esensi pengalaman belajar
(4) bersipat konprehensif dan holistik.

Manfaat Penilaian
Penilaian berbasis kelas yang tepat dan sesuai dengan prinsip-prinsip penilaian, serta berdasarkan informasi yang lengkap akan bermanfaat:
• Umpan balik siswa untuk mengetahuii kelemahan dan kelebihan yang akan menimbulkan motivasi untuk memperbaiki hasil belajarnya.
• Memantau kemajuan dan mendiagnosis kemampuan belajar siswa.
• Umpan balik untuk perbaikan program pembelajaran.
• Memungkinkan siswa mencapai kompetensi dasar yang diharapkan meskipun kecepatan belajar yang berbeda-beda.
• Informasi yang komunikatif kepada masyarakat untuk dapat meningkatkan partisipasinya terhadap pendidikan.
• Prediksi masa depan siswa tentang aspek, minat, kemampuan, bakat melalui indikator keunggulannya.

8. Kode Etik Guru
Guru Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Bangsa, dan Negara serta pada kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada UUD 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, oleh kerena itu, Guru Indonesia terpangil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut:
1. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila.
a. Guru menghormati hak individu dan kepribadian anak didiknya masing-masing
b. Guru berusaha mensusseskan pendidikan yang serasi (jasmaniyah dan rohaniyah) bagi anak didiknya
c. Guru harus menghayati dan mengamalkan pancasila
d. Guru dengan bersunguh-sunguh mengintensifkan Pendidikan Moral Pancasila bagi anak didiknya
e. Guru melatih dalam memecahkan masalah-masalah dan membina daya krasai anak didik agar kelak dapat menunjang masyarakat yang sedang membangun
f. Guru membantu sekolah didalam usaha menanamkan pengetahuan keterampilan kepada anak didik.

2. Guru memiliki kejujuran professional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing.
a. Guru menghargai dan memperhatikan perbedaan dan kebutuhan anak didiknya masing-masing
b. Guru hendaknya luwes didalam menerapkan kurikulum sesuai dengan klebutuhan anak didik masing-masing
c. Guru memberi pelajaran di dalam dan di luar sekolah berdasarkan kurikulum tanpa membeda-bedakan Janis dan posisi orang tua muridnya

3. Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik,. Tetapi menghindarkan diri dari segtsala bentuk penyalah gunaan
a. Komunikasi Guru dan anak didik didalam dan diluar sekolah dilandaskan pada rasa kasih sayang
b. Untuk berhasilnya pendidikan, maka Guru harus mengetahui kepribadian anak dan latar belakangt keluarganya masing-masing.
c. Komunikasi Guru ini hanya diadakan semata-mata untuk kepentingan pendidikan anak didik

4. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik
a. Guru menciptakan suasana kehidupan sekol;ah sehingga anak didik betah berada dan belajar di sekolah
b. Guru menciptakan hubungan baik dengan orang tua murid sehingga dapat terjalin pertukaran informasi timbale balik untuk kepentingan anak didik
c. Guru senantiasa menerima dengan lapang dada setiap kritik membangun yang disampaikan orang tua murid/ masyarakat terhadap kehidupan sekolahnya.
d. Pertemuan dengan orang tua murid harus diadakan secara teratur

5. Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat disekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan
a. Guru memperluas pengetahuan masyarakat mengenai profesi keguruan
b. Guru turut menyebarkan program-progaram pendidikan dan lkebudayaan kepada masyarakat seketernya, sehingga sekolah tersebut turut berfubgsi sebagai pusat pembinaan dan pengembangan pendidikan dan kebudayaan ditempat itu
c. Guru harus berperan agar dirinya dan sekolahnya dapat berfungsi sebagai unsur pembaru bagi kehidupan dan kemajuan daerahnya.
d. Guru turut bersama-sama masyarakat sekitarnya didalam berbagai aktifitas
e. Guru menusahakan terciptanya kerjasama yang sebaik-bainya antara sekolah, orang tua murid, dan masyarakat bagi kesempurnaan usaha pendidikan atas dasar kesadaran bahwa pendidikan merupakan tangung jawab nersama antara pemerintah, orang t5ua murid dan masyarakat.

6. Guru secara sendiri-sendiri dan atau bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya.
a. Guru melanjutkan setudinya dengan :
• Membaca buku-buku
• Mengikuti loka karya, seminar, gterakan koperasi, dan pertemuan-pertemuan pendidikan dan keilmuan lainnya
• Mengikuti penataran
• Mengadakan kegiatan-kegiatan penelitian
b. Guru selalu bicara, bersikap dan bertindak sesuai dengan martabat profesinya,

7. Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesame guru baik berdasarkan lingkungan kerja maupun didalam hubungan keseluruhan.
a. Guru senantiasa saling bertukar informasi pendapat, salung menasehatri dan Bantu-membantu satu sama lainnya, baik dalam hubungan kepentingan pribadi maupun dalam menuaikan tugas profgesinya
b. Guru tidak melakukan tindakan-tindakan yang merugikan nama baik rekan-rekan seprofesinya dan menunjang martabat guru baik secara keseluruhan maupun secara pribadi

8. Guru secara bersama-sama memelihara, membina, dan meningkatkan organisasi guru professional sebagai sarana pengabdiannya.
a. Guru menjadi anggota dan membantu organisasi Guru yang bermaksud membina profesi dan pendidikan pada umumnya
b. Guru senantiasa berusaha bagi peningkatan persatuan diantara sesame pengabdi pendidikan
c. Guru senantiasa berusaha agar menghindarkan diri dari sikap-sikap ucapan, dan tindakan yag merugikan organisasi

9. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan
a. Guru senantiasa tunduk terhadap kebijaksanaan dan ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang pendidikan
b. Guru melakukan tugas profesinya dengan disiplin dan rasa pengabdian
c. Guru berusaha membantu menyebarkan kebijak sanaan dan program pemerintah dalam bidang pendidikan kepada orang tua murid dan masyarakat sekitarnya
d. Guru berusaha menunjang terciptanya kepemimpinan pendidikan dilingkungan atau didaerahnya sebaik-baiknya.



Referensi:
Arief S. Sadiman, M.Sc., DR. dkk, Media Pendidikan, Raja Grapindo Persada, Jakarta, 1996.
Barbara B. Seels, Rita C. Richey, Intructional Tecnology : The Definition and Domains of the Field, AECT, Washington, 1994.
Bobbi DePorter, etc, Quantum Teaching: Orchestrating Student Succes, Allyn and Bacon, Boston, 1999.
Ditjen PMPTK, Bahan Belajar Mandiri Model Bermutu, Jakarta, 2008.
Ella Yulaelawati, MA., Ph.D., Kurikulum dan Pembelajaran, Pakar Raya, Jakarta, 2004
http://www.scribd.com/doc/17765724/Kode-Etik-Guru-Indonesia
Made Pidarta., DR. Landasan Kependidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 1997;
Munir, M.IT., DR., Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, Alfabeta, Bandung, 2008;
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah.
Permendiknas Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah
Permendiknas Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru
Permendiknas No 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan
Ratna Wilis Dahar, DR., Teori-Teori Belajar, Erlangga, Jakarta, 1989.
Singgih D. Gunarsa, DR., Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Gunung Mulia, Jakarta, 1991
Suharsimi Arikunto., DR., Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Bumi Aksara, 2007
Uyoh Sadulloh, MPd., Pengantar Filsafat Pendidikan, Alfabeta, Bandung, 2003.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

youtube - vimeo
youtube-youtube.com : Video games : Video games. A good thing the internet best youtube to mp3 converter online is filled with good movies and tv shows, which make them the best games on the internet.

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Grants For Single Moms